Sabtu, 18 Agustus 2018

1. pertemuan

     Suara jam beker yang terdengar nyaring dikamar Karin ternyata tidak cukup untuk membangunkannya. Jam beker yang sudah disetel pukul 06:00 itu sudah 15 menit berbunyi akan tetapi belum cukup untuk membangunnya. Sampai seseorang datang dan mengusik tidurnya.

"Woy bangun woy!" Dita masuk ke dalam kamar Karin dan ikut turun tangan membangunkannya.

Dita mengguncang badan Karin dengan keras dan berteriak dengan keras sehingga si empunya terbangun denfan kesal.

"Iiih apaan sih?! Lo ganggu tidur gue aja sih!" Karin bangun dari tidurnya dan menggerutu sebal karena tidurnya terganggu akan tetapi kedua matanya masih terpejam.

"Yaelah pake nanya lagi, ya sekolah lah!" Dita membuang napasnya kasar dengan kelakuan sahabatnya yang satu ini.

"Buruan lo mandi gue tunggu didepan!" Dita keluar dari kamar Karin setelah mengatakan itu dan menuju ke lantai satu.

"Iyaiya bawel!" Karin mengambil handuknya yang tergantung dibelakang pintu kamar dan berjalan malas menuju kamar mandi.

Setelah beberapa menit Dita menunggu, Karin akhirnya siap untuk berangkat sekolah dengan menggunakan sepeda bersama Dita. Rumah Karin dan Dita memang tidak terlalu jauh dari sekolah sehingga mereka memilih untuk naik sepeda agar tidak ribet.

Sekitar dua puluh menit Karin dan Dita mengayuh sepeda dan akhirnya sampai di sekolah. Dikarenakan jalanan Jakarta yang macet dan matahari pagi yang menyengat kulit.

Sekolah sudah terlihat ramai karena 10 menit lagi upacara akan segera dimulai. Setelah selesai memarkirkan sepedanya mereka segera mempercepat langkahnya, karena baru sadar kalau mereka belum mengerjakan Pr Biologi yang dikumpulkan setelah upacara.

Dengan langkah yang tergesa-gesa Dita berlari terlebih dahulu dan Karin yang berlari dibelakangnya. Mereka kini tengah menjadi pusat perhatian karena berlari-lari di lapangan. Saking tergesa-gesa mereka sempat menabrak beberapa orang yang berkeliaran di lorong kelas sepuluh yang berada di lantai paling bawah.

Karin masih berlari dengan Dita yang kini sudah jauh didepannya, dia semakin mempercepat langkahnya ketika berada di tangga menuju bangunan kelas sebelas tepatnya di lantai dua.

Dan kali ini ia menabrak seseorang cowok bertubuh tinggi dan jangkung yang membawa sebuah laptop dan buku-buku tebal.

Semua barang yang dibawanya pun jatuh berserakan di lantai.

Cowok itu melihat laptopnya yang jatuh dan mengambilnya, sedangkan Karin mengambilkan buku-buku itu.

"Ma-maaf gue enggak sengaja," ucap Karin di sela-sela merapikan buku-buku tebal itu dengan nafas yang terengah-engah. Karin bangkit dan memberikan buku-buku itu kepada pemiliknya, menatap mata cowok itu dengan rasa bersalah. Karin berbalik dan ingin ke kelasnya, namun sebelum itu terjadi sebuah tangan menahan tangannya.

"Lo mau kemana?!" Tanya cowok yang baru dia tabrak yang sedang menatap lurus kearahnya.

"Gue mau balik ke kelas," jawab Karin yang diakhiri dengan cengiran yang menyembunyikan ketakutannya.

"Lo masih punya urusan sama gue!" Cowok itu bangkit dari duduknya setelah memastikan laptopnya.

Dia memperlihatkan laptopnya pada karin, layarnya yang pecah karena tadi laptopnya terjatuh dengan keras.

"Lo liat laptop gue!" Cowok iu mendekat, dan kemudian menjatuhkan laptopnya sehingga benda itu terjatuh ke lantai sia-sia.

Tentu saja dia marah, karena laptopnya yang bukan barang yang mudah untuk dibeli itu, rusak.

"Kan tadi gue udah tanggung jawab beresin buku-buku lo yang jatuh, terus apalagi?" Namun tampaknya cowok itu tidak menggubris pertanyaan yang dilontarkan Karin kepadanya dan malah semakin menatapnya lekat-lekat.

"Gue bukan permasalahin buku-buku gue yang jatuh, tapi lo liat laptop gue!" Cowok itu mengggengam tangan kanan Karin yang tidak membawa apa-apa.

Karin tersentak, jantungnya terasa akan segera jatuh ke perutnya ditatap tajam seperti itu, rasanya sekarang dia akan segera menangis.

Manik mata mereka bertemu dengan jarak yang begitu dekat. Karin dengan susah payah menelan salivanya karena tenggorokannya tiba-tiba seperti terasa terganjal sesuatu.

Karin bahkan tidak bisa berkutik karena tiba-tiba cowok itu menampilkan senyum manisnya samar-samar yang bisa dilihat oleh Karin dalam jarak sedekat ini, jantungnya terasa akan segera meloncat ke perutnya.

Karin mencoba mundur untuk melepaskan tangannya dari cowok itu. Tapi sialanya cowok itu malah menggenggamnya makin erat dan malah semakin dekat sambil tersenyum misterius, membuat Karin sedikit menahan nafasnya.

"Ngapain Lo?!" Tanya Karin dengan membulatkan matanya.

"Awas kalo Lo macem-macem, gue bisa teriak!" Ancam Karin dengan dengan ekspresi melotot, padahal didalam dia berusaha agar tidak menangis.

Cowok itu hanya tertawa kecil melihat ekspresi Karin yang seperti itu, menurutnya itu lucu sekali.

Nih orang waras ato gimana sih? batin Karin dalam hati.

Karin sepenuhnya menjadi jengkel melihat tingkah cowok yang menurutnya menjadi menyebalkan ini.

Lorong kelas sebelas juga sudah terlihat sepi, mungkin hanya ada beberapa siswa yang masih berada didalam kelas karena murid-murid lainnya sudah berada di lapangan mengingat tadi salah satu guru memberi perintah menggunakan mic untuk segera ke lapangan karena ada yag ingin disampaikan, atau lain dengan murid yang memilih bolos upacara, memilih bersembunyi untuk menghindari guru piket yang berkeliaran mencari murid-murid yang membolos upacara.

Suasana sepi seperti ini mendukung seseorang untuk berbuat hal yang tidak-tidak, seperti yang dipikirkan Karin saat ini.

Sampai akhirnya bunyi bel yang terdengar nyaring mengalihkan perhatian cowok itu, dia melihat ke belakang koridor kelas yang sudah sepi.

Karin yang menyadari itu tentu tidak menyia-nyiakan kesempatan, dia menepis tangan yang memegang tangannya dan melepaskan tangannya dari cowok itu, kemudian mendorongnya menjauh dan kembali berlari menuju kelasnya di kelas XI IPS-4.

"LO MASIH PUNYA URUSAN SAMA GUE!" Teriak cowok itu, dan tanpa sadar wajahnya yang tampan kini menampilkan senyum tipis sambil menatap punggung Karin yang menjauh.

"Lucu." gumamnya seolah pada diri sendiri yang kini dengan senyuman tipis yang semakin merekah. Dia kembali melihat laptopnya yang sudah rusak dilantai kemudian berdecak.

Tiba dikelas Karin langsung duduk disebelah Dita yang ternyata masih ada di kelas dan meletakkan dua buku buku tebal itu di mejanya sambil menstabilkan detak jantungnya. Karin melirik Dita disebelahnya yang sedang sibuk tanpa ingin diganggu menyalin Pr temannya.

Karin segera membuka tasnya dan mengambil topinya mengingat bel sudah berbunyi sedari tadi dan segera menuju lapangan.

"Woy tungguin gue!" Ucap Dita sambil mengejar Karin yang meninggalkannya dan sudah akan turun dari tangga.

"Lo udah ngerjain pr?" Tanya Dita disela-sela perjalanan menuju lapangan.

"Ya belum lah bangke lu," Karin menghembuskan nafasnya kasar.

"Abis lo, bakalan dihukum lo sama Bu Dewi!" Ucap Dita menakut-nakuti Karin.

"Lagian lo sih, lama amat larinya, abis darimana aja tadi?" Pertanyaan Dita tentu saja membuat Karin teringat oleh kejadian tadi yang tidak menguntungkannya.

Karin juga teringat kalau buku cowok itu masih ada padanya. Dia berfikir untuk mencari tau tentang cowok itu dan mengembalikan bukunya dengan resiko akan kembali berususan dengannnya karena sudah merusakkan laptop miliknya, atau memilih menyimpan buku itu dan berusaha menghindari pemiliknya.

"Nanti gue ceritain." Melihat ekspresi Karin yang berubah membuat Dita semakin dibuat penasaran oleh apa yang tadi terjadi.

*****

Setelah upacara selesai mereka memutuskan untuk pergi ke kantin sekedar untuk minum karena kepanasan dan lelah setelah mengikuti upacara yang dilaksanakan di bawah terik matahari yang sungguh membakar kulit.

"Serius Lo nggak kenal sama dia?!" Tanya Dita setelah mendengarkan cerita dari Karin.

"Iya, tapi kayaknya muka tuh pernah gue liat sebelumnya, tapi gue lupa dimana." Karin kesal dengan dirinya sendiri.

"Udah tua sih lo, makanya pikun."

"Enak aja, padahal Lo kan yang lebih tua dari gue." Karin membalas perkataan Dita tidak terima, karena memang Dita lebih tua tiga bulan darinya.

"Tapi kenapa lo enggak baca nametag-nya aja?" Dita memasang wajah heran dan menatap serius ke arah Karin.

"Nah itu, gue enggak kepikiran, hehe." Karin nyengir membuat Dita membuang nafasnya kasar atas kebodohan sahabatnya itu.

"Bego kok dipelihara, makanya gitu." Dita tertawa kecil setelah berhasil membuat ekspresi Karin berubah.

"Yee gue kayak gini mungkin juga gara-gara lo yang iseng, kebanyakan naburin micin kemarin di makanan gue."

"Alah bego mah bego aja, gak usah nyalahin micin!"

"Lo juga sama aja bego," balas Karin tidak terima ketika dikatai seperti itu.

"Gue kan smart," sahut diakhir kalimatnya saat melihat ekspresi kesal Karin.

Tertawanya terhenti begitu merasakan ponselnya bergetar didalam saku seragamnya dan melihat sebuah pesan masuk. Itu dari Rani, teman sekelasnya yang mengabarkan bahwa Bu Dewi, guru Matematikanya akan segera masuk kelas. Mereka berdua pun segera menghabiskan minuman mereka dan berlari menuju kelasnya.

Sampai dikelas ternyata keberuntungan mereka menyapa mereka, guru itu belum datang, membuat sedikit kelegaan.

Namun tak lama Bu Dewi masuk dan to-the-point langsung menagih Pr.

"Kumpulkan pr kalian!" Titahnya.

Hanya Karin yang diam ditempat duduknya, Bu Dewi yang menyadari itu langsung bertanya.

"Siapa yang tidak mengumpulkan Pr angkat tangan!" Suara lantang Bu Dewi yang diikuti suara penggaris yang dia pukul ke meja, membuat seisi kelas yang sedikit gaduh berubah hening.

"Sa-saya Bu." ucap Karin gugup sambil mengangkat tangan kanannya.

"Kesini kamu!" perintah guru itu. Guru yang masih muda tapi mempunyai tatapan super tajam yang membuat siapapun tidak berani menatapnya.

"Kenapa tidak mengerjakan pr?!" Tanya Bu Dewi sambil melotot lurus ke arah Karin.

"Lu-lupa Bu," Karin menjawab dengan gugup karena mata Bu Dewi terlihat akan keluar melototinya.

"Lupa-lupa, kamu pikir ini sekolah nenekmu apa?!" Karin mengutuk dirinya sendiri karena terlalu jujur seharusnya dia membuat alasan, dia semakin kikuk dan refleks meremas rok abu-abunya.

Alhasil Karin mendapat hukuman untuk merapikan buku-buku di perpustakaan sampai jam pelajaran Matematika berakhir.

Sampai di perpustakaan Karin disambut oleh penjaga perpustakaan disana, Bu Titi. Guru yang mempunyai perawakan besar serta perut buncit membuatnya seperti mirip raksasa di tivi-tivi. Bu Titi kadang sering disuruh untuk menggantikan guru yang tidak masuk, sehingga membuat penghuni kelas kecewa. Bu Titi selalu mengoceh masalah kedisiplinan setiap kali masuk kelas, apalagi ketika ada murid yang tidak disiplin dia akan mengoceh habis-habisan dan pastinya menghukum murid itu.

Setelah mengatakan apa tujuannya kesini Karin disuruh untuk merapikan rak buku bagian timur, yang dipenuhi oleh buku-buku tebal. Suasana yang sepi membuat Karin sedikit takut karena tadi Bu Titi pergi untuk ke kamar kecil, ditambah lagi hanya dirinya seorang yang berada di dalam perpustakaan besar itu yang dipenuhi banyak debu karena jarang ada murid yang masuk kesana.

Tangan kecilnya mulai mengambil buku-buku yang tidak sesuai dengan jenisnya. Setelah itu dia menyusunnya ditempat yang seharusnya. Dia kembali mengambil buku yang berada tepat didepan wajahnya, namun ketika hendak mengambil buku itu Karin terkejut buka main karena melihat tatapan seseorang dari balik rak, sontak dia berteriak, dan terjatuh kebelakang membuat bokongnya kini terasa sakit.

"Lo gak pa-pa?" Tanya seseorang yang mengagetkannya tadi sambil membantu Karin berdiri. Suara berat terdengar familiar.

"Aduh sakit banget," Karin meringis dan sontak terkejut melihat cowok yang tadi pagi dia tabrak, kini berdiri didepannya.

Cowok itu terlihat khawatir dan tampak ekspresinya merasa bersalah.

"Lo yang tadi pagi gak sengaja gue tabrak itu kan?" Karin menebak dengan ekspresi wajah yang terkejut.

"Gara-gara lo, gue jadi belum ngerjain pr Matematika dan dihukum untuk ngerapiin buku-buku tebel banyak debunya kayak gini, dan sekarang Lo malah bikin gue kaget dan jat—" belum sempat Karin mengakhiri ucapannya telunjuk cowok itu sudah berada di bibirnya dan membuatnya diam seketika.

"Ya bukan salah gue dong, salah lo sendiri Karina Denaya, yang enggak ngerjain pr!" Cowok itu tertawa kecil.

Karin langsung berfikir kalau cowok itu pasti sudah membaca nametag-nya. Mata Karin kini beralih membaca nametag Cowok itu. Setelah membacanya sontak membuat Karin terkejut dan melotot tidak percaya. Rama Devanara Alexi, nama yang sangat sering didengar Karin yang bukan hanya dari Dita melainkan hampir seluruh Murid-murid di SMA Dewantara ini, dia mendengar berbagai macam gosip tentang Rama yang 'segalanya'.

Rama memetikkan jarin dihadapan Karin dan membuat cewek itu tersadar dari lamunannya.

"Lo kenapa melotot gitu?"

"Enggak, enggak pa-pa kok."

"Lagian lo ngapain sih disini, ini tuh jam pelajaran masih berlangsung." Sambung Karin heran karena Rama yang tiba-tiba ada disana disaat jam pelajaran sedang berlangsung dan membuatnya kaget.

"Lagi ada jamkos dikelas, ya mendingan gue belajar daripada harus ngelakuin hal yang enggak penting."

'Anjir, cool abis' batin Karin tidar sadar.

"Kenapa?" Tanya Rama membuat Karin tersadar dari lamunannya.

"Enggak, enggak pa-pa."

Rama beralih mengambil sebuah buku dirak perpustakaan dan membacanya di salah satu meja disana.

Karin masih mengamati Rama yamg dengan serius membaca dan memperhatikan isi dari buku tebal itu.

Rama terlihat sangat tampan saat ini di mata Karin. Pantas saja para siswi ingin menjalin hubungan dengannya karena selain pintar Rama juga memiliki daya pikat tersendiri pada ketampanannya.

Karin tersadar dari lamunannya dan kembali melanjutkan hukumannya dengan mengambil sekaligus beberapa buku tebal yang berat di rak dan memindahkannya ke rak yang seharusnya.

Karena ceroboh dan tidak tau ukuran, buku itu terjatuh ke lantai dan tentu saja mengusik keseriusan Rama, buku yang terjatuh itu menimbulkan suara yang menggema di dalam perpustakaan.

"Ceroboh!" Celetuk Rama.

Rama menghampiri Karin yang sedang membereskan buku-buku yang terjatuh.

"Makanya kalo kerja itu harus tau gimana ukuran kemampuan Lo!" Ucap Rama sambil membantu Karin mengambil buku yang terjatuh itu.

"Ya suka-suka gue dong mau gimana, emang ada masalah?" Balas Karin dengan mengangkat dagunya sok berani padahal dalam hati dia ciut.

"Ya jelaslah! Lo tuh ganggu keseriusanIPSlajar gue tadi!" Rama menatap Karin dengan tajam

"Yaaa..., Maaf." Ucap Karin yang kini menunduk, tidak ingin menatap mata tajam Rama.

"Oke." Rama kembali angkat bicara.

"Gue bakal bantuin lo ngejalanin hukuman karena lo gak becus dan buat konsentrasi gue bubar, juga karena lo dihukum, ya walaupun bukan sepenuhnya kesalahan gue." Ucapnya dan tanpa ba-bi-bu dia mulai merapikan buku-buku itu ke tempat yang seharusnya.

Sementara Karin, cewek itu sontak mengangkat kepalanya dan terdiam ditempatnya sambil menatap Rama yang sibuk dengan kegiatannya dengan melongo tidak percaya kalau Rama mau membantunya.

"Woy malah diem, disini yang dihukum gue ato lo sih?!"

"I-iya iya." jawab Karin tergugup dan melakukan kegiatannya.

"Istirahat nanti lo temenin gue makan di kantin." Ucap Rama di sela-sela merapikan buku-buku tebal itu, membuat Karin membuka mulutnya sedikit.

"Kenapa?" Karin bertanya keheranan, dan kenapa harus dirinya.

"Lo lupa, lo masih punya urusan sama gue."

"Cuma gara-gara masalah yang tadi pagi?!"

"Masalah tadi lo bilang, lo gak liat laptop gue rusak gara-gara lo!"

"Nanti istirahat gue bakalan jemput lo ke kelas lo, kelas sebelas IPA empat kan?" sambung Rama

"I-iya udah."

"Biasa aja kali ngomongnya sama gue, enggak usah gugup gitu, gue gak bakal berani ngapain-ngapain lo, udah jinak soalnya."

"Siapa juga yang gugup, B aja deh padahal." Wajahnya Karin kini memerah dan jantung terasa dipukul-pukul seperti beduk.

Sementara Rama, cowok itu malah tertawa kecil melihat ekspresi Karin yang seperti itu, tidak tau bagaimana reaksi kata-katanya terhadap Karin.

"Oh iya, by the way nama gue Rama, anak kelas sebelas IPA satu."

Percuma saja Rama memperkenalkan dirinya, karena Karin sudah tau dari dulu namanya, bagaimana Rama, kelas berapa dia. Memangnya siapa yang tidak tau seorang Rama Devanara yang menjadi most wanted SMA Dewantara ini. Tapi hanya satu yang mengganjal di di otak Karin. Mengapa dia tidak pernah melihat Rama, padahal cowok itukan populer di sekolahnya?

"Gue--" Karin ingin memperkenalkan dirinya tapi Rama kembali berbicara.

"Karin Denaya dari kelas sebelas IPA empat kan? Udah tau,"

Karin berdecak kesal kemudian kembali melakukan kegiatannya, berharap agar bel kembali berbunyi, menandakan jam pelajaran Biologi berakhir dan dirinya bisa segera pergi dari tempat menyeramkan ini dan tidak mau berlama-lama bersama dengan Rama, karena dia tidak ingin melihat lagi tatapan dari mata Rama yang membuatnya dag-dig-dug.

"Oh iya buku gue masih ada di lo kan?, entar lo bawain gue pas istirahat," ucap Rama setelah beberapa saat kembali sibuk.

"Iya, nanti gue bawain,"

Beberapa menit kemudian malaikat penolongnya berbunyi, Karin segera berlari keluar dari perpustakaan dan meninggalkan Rama sendiri menatap kepergian.

Rama sempat berpikir kalau hobi Karin adalah lari, karena dia selalu melihat Karin berlarian ke sana kemari dengan terburu-buru.

Saat diperjalanan menuju kelasnya Karin sempat teringat bahwa istirahat nanti dia akan menemani Rama makan dikantin, dan dia pasti akan menjadi pusat perhatian seluruh siswa-siawi dikantin nanti.

                                      *****